Makam Keramat Syekh Abdul Jabar - Katamanik.

Setelah isya, seperti biasa kami berkumpul di depan warung Kak Usep. Di sana kami ngobrol segala hal dan membahas setiap permasalahan. Kebetulan karena malam itu malam tahun baru islam 1438 Hijriyah maka kami pun membuat rencana untuk ziarah kubur ke Katamanik atau ke makam keramat Syekh Abdul Jabar Karang Tanjung.

Obrolan kami malam itu tak terasa, dan waktu sudah menunjukan sekitar pukul 23.15 malam. Akhirnya kami pun memutuskan untuk berangkat. Sambil mengambil dan mempersiapkan sepeda motor, Kak Usep menutup warungnya. Malam itu kami menggunakan tiga motor. Semua bensin motor, ditanggung yang punya warung. Motor metik, motor bebek, dan satu motor tril atau kros sudah siap berangkat. Kak Usep, Juji, Heri, Saepul, Sandi dan Amir meninggalkan kampung Pancur dalam keheningan.

Malam itu kami berangkat menuju tempat tujuan. Jarak yang kami tempuh sekitar 6 kilo meter, dan melewati beberapa kampung. Kampung tersebut diantaranya: Turus, Citapung, Ancol Masjid, Ancol kulon, Majalaya, Nanggor, Pasir Kupa, Panjulan, Paniis, Kubang, Bantar Wangi, Kontrak, Pasirandu, Pagadungan, Karang Tanjung, Kadu Sumbul, dan Katamanik.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menitan, kami pun tiba di tempat tujuan. Kami disambut dengan makan malam di prasmanan. Awalnya kami merasa tidak enak dan sedikit segan, sebab sedang ada yang makan-makan layakanya seperti di tempat orang yang sedang hajatan. Tetapi setelah kami memberanikan diri dan masuk, kami pun dipersilakan untuk menikmati hidangan tersebut.

Sebagai orang jawa yang baik, pantang bagi kami untuk segera menuruti permintaan (disuruh makan). Setelah basa-basi dan ditawari beberapa kali, barulah kami pun menikmati hidangan yang cukup menggugah selera. Hidangan lauknya cukup mewah dan begitu nikmat. Mungkin ini adalah rizqi bagi kami yang berniat mengagungkan pergantian tahun baru islam tersebut.

Jika seandainya kami hanya duduk-duduk manis dan ngobrol di rumah, tak ada hidangan mewah nan lezat seperti ini yang dapat kami santap dengan lahapnya. Sekali lagi, ini adalah rizqi yang sudah diatur oleh yang maha kuasa bagi siapa yang mau berusaha dan berupaya. Meskipun usaha yang kami lakukan cukup simple dan kecil, tetapi balasan itu akan senantiasa mengikutinya.

Setelah melahap makan malam, kami sempatkan untuk ngobrol dengan lelaki paruh baya sekitar 70 tahunan. Ternyata lelaki tua tersebut masih memiliki garus keturunan dari Syekh Abdul Jabar. Beliau juga yang sengaja menyuguhkan makanan tersebut untuk para penziarah yang akan berziarah ke makam tersebut. Dari obrolan yang singkat tersebut, hanya sedikit sumber yang kami dapat mengenai siapa asal usul dari Syekh Abdul Jabar tesebut.

Tak lama, kami pun langsung melakukan ziarah kubur. Kami masuk saung berukuran sekitar dua meter dengan alas keramik dan beratapkan genting serta tiap sisinya tembok menyerupai lorong. Lorong tersebut panjanganya sekitar 13 meter dan tepat di makam Syekh Abdul Jabar, atapnya dibuat terbuka, jika ada hujan air dapat membasahi kuburannya.

Kami langsung duduk dan membuat formasi. Kak Usep di depan sebagai juru makam yang siap membacakan tawasul, sedangkan kami berlima duduk dibelakang dengan susunan dua shaf. Petaka datang menimpa salah seorang dari kami kala tawasul dimulai, setelah beberapa kali membaca surat al-fatihah, rasa kantuk datang dengan tiba-tiba. Inilah kebiasaan buruk jika perut sudah diisi dengan makanan. Perut semakin besar, mata semakin kecil.

Proses tawasul hanya diikuti awalnya saja, sedangkan tengah serta akhirnya sudah tidak ingat lagi. Jika rasa kantuk sudah datang, tak peduli tempat maupun posisi. Meski pun berdiri, jika sudah waktunya ngantuk pasti tidur. Apalagi waktu itu sedang duduk, ya posisi yang cukup ideal dan banyak orang sudah melakukannya, sebagaimana tidur ketika duduk menunggu shalat jumat.

Setelah selesai ziarah kubur, baru tersadar dan bangun. Kami pun meninggalkan makam dan dilanjutkan ke saung tempat awal kami ngobrol. Lagi-lagi karena mata sudah lelah, begitu tiba di saung, langusng mengambil posisi dan membaringkan tidur. Obrolan pun dilanjutkan hingga pukul 02.00 dini hari. Setelah dirasa cukup kami pun memutuskan untuk pulang.

Dini hari itu, tiga motor yang kami gunakan melesat meninggalkan makam keramat Syekh Abdul Jabar. (Amha/)

Google Plus
    Komentar Lewat Blog
    Komentar Lewat Facebook

0 komentar:

Posting Komentar