Kisahku di Curug Cigumawang

Perjalanan yang kami tempuh lumayan jauh. Mungkin sebenarnya karena pertama kali saja, jadinya terasa jauh. Padahal jarak lumayan dekat dan tidak sampai berjam-jam. Satu setengah jam saja cukup, padahal.

Ku tinggalkan rumah untuk sementara waktu, demi mengejar sebuah hasrat yang selama ini belum ke-sampai-an. Ah, mana mungkin di daerah Serang punya tempat rekreasi atau objek wisata berupa air terjun, kalo ada di mana coba? sang teman menimpali dan mengatakan : ada kok, itu di daerah Kadu Beureum -Padarincang-Serang.. namanya Curug Cigumawang.

Sejak saat itu rasa penasaran pun selalu muncul kala liburan tiba. Berbekal nama objek wisata dan nama daerah, bagi saya sudah cukup, lain kali jika masih diberikan kesempatan untuk berlibur pasti akan saya sambangi di kemudian hari. Setelah satu tahun menunggu waktunya, akhirnya semua dendam itu terbayar sudah. Kami melihat keindahan Curug Cigumawang dengan mata kepala langsung, yaitu sehari setelah Idul Fitri.

Sebetulnya ada banyak objek wisata air terjun di sana, yakni Curug Betung di desa Rancasanggal, Curug Cihujan, Curug Cikotak, dan Curug Sawer di desa Padarincang, Sedangkan Curug Gendang di Carita Anyer,

Salah satu objek wisata air terjun yang banyak dikunjungi oleh wisatawan yakni, Air Terjun Curug Cigumawang. Menurut penuturan pihak pengelola kawasan wisata ini, nama Cigumawang sendiri diambil dari bahasa Sunda kuno yang memiliki arti Bawang. Dalam sebuah kisah juga menceritakan bahwasanya dahulu air yang bersumber dari mata air Gunung Buntu ini, mengalir dengan begitu deras dan tampak menyerupai buah Bawang.

Sebetulnya dari segi nama pun sudah bisa dipastikan bahwa air terjun dengan curug itu beda. Kalau air terjuna, jelas air yang terjun dari ketinggian beberapa meter bahkan hingga berpulu-puluh meter seperti air terjun tertinggi yang terkenal di dunia, Angel (Salto Angel) di taman nasional Canaima, Venezuela. Dengan ketinggia 979 meter. Wuiiih kebayang gak tuh, gimana rasanya ketimpah air stinggi itu...

Sedangkan curug, itu hanya air yang mengalir dari ketinggian tetapi hanya mengalir di bebatuan atau tebing. Sehingga air tersebut tidak ada proses terjun atau jatuh seperti air terjun. Biasanya juga tempatnya gak tinggi-tinggi banget.

Lumayan lama kami menikmati keindahan air yang turun dari tepi-tepi ujung bebatuan tebing nan indah itu. Waktu itu sedang tidak musim hujan memang, jadinya tidak terlalu deras air yang berjatuhan. Beberapa pengunjung yang lain menyempatkan diri menikmati air yang berjatuhan, dan itu tidak kami lakukan. Menikmati dan melihat mereka dari kejauhan, rasanya sudah terwakili.

Kami asyik berfoto ria dengan gaya sesuka kami. Di tempat ini juga kisah itu tak akan bisa saya lupakan bersama seseorang yang pernah hadir dan memberikan warna dalam kisah perjalanan hidup ini. Semoga ia kini bahagia dan mendapatkan pendamping yang luar biasa hebat, tidak seperti saya ini, payah.

Foto-foto di tempat ini sampai kapanpun akan selalu menjadi kisah yang tak terlupakan. Terima kasih atas semuanya, kalian adalah guru kehidupan yang sangat luar biasa.

Setelah dirasa cukup, kami pun meninggalkan Curug Cigumawang yang cantik nan jelita itu. Kelak tempat ini akan menjadi tempat yang akan kami kunjungi setelah berkeluarga suatu hari nanti, ini ucap batinku kala itu. Semoga kita dipertemukan kembali dan diberikan umur yang panjang. Amiin.

Dengan mengendarai dua motor, secepat kilat kami pun meninggalkan Padarincang sore itu juga.

Google Plus
    Komentar Lewat Blog
    Komentar Lewat Facebook

0 komentar:

Posting Komentar