Kami tiba sekitar pukul 13.30 wib di terminal Borobudur. Sengaja kami nge-trip dari terminal Jombor (Jogja) dengan naik bis. Sekalian ngerasain dan mencoba jalur yang tidak biasa. Kalau tidak salah dua puluh ribu ongkosnya perorang.
Ini kedua kalinya aku mengunujungi candi budha terbesar di indonesia, dan sekaligus masuk ke dalam daftar warisan dunia.
Pertama kali ke Borobudur, ikut sama rombongan SMPN 1 Cikande. Biasalah, ada orang dalam, jadinya bisa ikut numpang. Itu pun sebetulnya karena diajak aja, kalau gak diajak juga gak akan mau ikut. Modal gratisan. Heehee.
Kalau yang kedua ini jangan ditanya, judulnya ada cinta-cintanya, berarti sama si Cintalah. Percaya? Wes percaya saja. Biar cepet heeheehee.
Jatuh cinta pada pandangan pertama? Iya. Adapun yang kedua, tentu lebih dalam lagi cintanya. Soalnya banyak aspek yang terus digali. Terutama presisi bangunannya yang dari segala sudut tetap sama.
Ini terbukti zaman dulu, pengetahuan atau teknologi sudah lebih maju. Buktinya bangunan ini bediri dengan kesahihan itu sendiri. Tak ada yang bisa membantah akan hal ini. Atau dibangun pake kekuatan mistis bin gaib? Sebagai jawaban atas ketidaktahuan, mungkin apologi tersebut bisa diterima.
Lalu, kemana pengetahuan itu? Seolah semuanya lenyap dan hilang ditelan masa. Tidak ada alasan yang pasti mengenai hal ini. Atau ada faktor alam yang menyebabkan semua manusia sempat musnah dan lahit generasi baru.
Atau bisa jadi para pakar tidak sempat mewariskannya pada generasi setelahnya. Jika ada buku atau kitab sucinya seperti zaman dunia persilatan, semua jurus dituliskan disana, tentu pengethuan tersebut akan terus ada hingga saat sekarang. Nyatanya pendukung itu tidak ada.
Para ahlilah yang akhirnya menyusun dan menangkap kejadian masa lalu dengan pengetahuan modern. Kok bisa? Entahlah. Metode apa dan bagimana, yang jelas aku juga masih awam. Semoga kelak bisa tahu dan belajar ilmunya.
Cintaku padanya akan terus bertambah, terutama bertambah akan ketakjuban teknologi dan kontruksinya.
___
0 komentar:
Posting Komentar